Episode 7 – Mata yang Tertutup




Episode 7 – Mata yang Tertutup

Kota kecil itu kini hanya bayangan dari dirinya sendiri.
Kabut menutup jalan, menelan suara, dan setiap rumah tampak seperti peti mati berdiri. Tidak ada yang bergerak. Tidak ada yang bicara.
Ares dan Sairen berjalan perlahan di antara bangunan yang sepi, langkah mereka bergema seperti di ruang kosong.

“Di mana semua orang?” tanya Ares pelan.
“Mereka masih di sini,” jawab Sairen. “Tapi dunia mereka sudah berhenti.”

Di ujung jalan, Ares melihat sesuatu — tubuh-tubuh manusia berdiri diam di tengah jalan, mata mereka tertutup rapat, bibir bergetar seolah mereka bermimpi dalam keadaan sadar.
Lina muncul dari balik kabut, wajahnya pucat.

“Ares…” suaranya bergetar, “mereka... bernapas.”

Ares mendekati salah satu tubuh itu — seorang pria tua. Ia masih hangat, dadanya naik turun perlahan, tapi matanya seolah dijahit oleh benang kabut tipis.
Saat Ares menyentuhnya, benang itu menegang dan dari bibir pria tua itu keluar bisikan rendah:

“Pintu… belum tertutup…”

Sairen menatap ke arah langit yang tak lagi memiliki warna.

“Dhirga sudah mulai menguasai kota ini. Ia mengikat jiwa manusia agar tetap di antara hidup dan mati.”

“Untuk apa?” tanya Lina.
“Untuk membangun tubuh baru bagi dirinya. Dunia manusia adalah wadah terbaik bagi makhluk yang sudah mati.”

Ares menatap sekeliling — ratusan manusia berdiri diam, semua dengan mata tertutup, semua bernafas dalam irama yang sama.
Dari kejauhan terdengar nyanyian samar, seperti paduan suara tanpa mulut.

“Ini… suara dari dunia bayangan,” kata Sairen pelan. “Mereka menyanyikan napas terakhir dari yang masih hidup.”

Ares menggenggam buku hitam di tangannya.

“Kau bilang darahku bisa menutup pintu. Kalau begitu, di mana pintu itu sekarang?”

Sairen menatap lurus ke depan.

“Di tempat paling dalam dari kabut ini… tempat di mana ibumu dulu berhenti bernapas.”

Sebelum mereka sempat melangkah, salah satu tubuh di jalan itu bergerak.
Mata pria tua tadi terbuka — tapi di balik kelopaknya hanya ada kabut putih yang berputar, seperti mata yang hilang.
Ia berteriak, tapi suaranya terdengar dari dalam kepala Ares, bukan dari mulutnya:

“Kau… darah penjaga…! Buka matamu… lihat apa yang akan terjadi…”

Tubuh-tubuh lain mulai bergerak.
Ratusan mata terbuka serempak, menatap mereka dengan pandangan kosong.
Lina menjerit, tapi Sairen segera membuka sayapnya, menutupi mereka berdua dengan cahaya biru.

“Mereka tak akan menyakitimu jika kau tak menatap balik,” katanya.
“Mereka bukan manusia lagi. Mereka adalah napas yang tertinggal.”

Ketika kabut surut, mereka bertiga berdiri di depan sebuah bangunan tua — gereja kecil di ujung kota, dindingnya tertutup akar dan simbol sayap.
Di atas pintu, tertulis dengan darah:

“Tempat di mana mata manusia terakhir kali melihat cahaya.”

Sairen menatap Ares.

“Kau siap?”

Ares menarik napas panjang.

“Aku sudah melihat dunia yang hidup. Sekarang saatnya melihat dunia yang tertutup.”

Dan ketika mereka melangkah masuk ke gereja itu, semua mata di luar menutup kembali — serentak.
Dunia menahan napas.

Posting Komentar untuk "Episode 7 – Mata yang Tertutup"