Episode 1 — Pulang ke Rumah Ibu

Episode 1 — Pulang ke Rumah Ibu


Kabut selalu datang lebih cepat di bulan Mei.
Ares menatap jalan berbatu di depannya, diselimuti warna kelabu yang menelan segala bentuk dan suara. Mobil tuanya berhenti di depan rumah kayu dua lantai yang sudah lama ditinggalkan — rumah peninggalan ibunya. Catnya mengelupas, jendela bergoyang diterpa angin, dan di loteng, tirai putih berkibar seperti tangan yang memanggil pelan.

Sudah tujuh tahun ia tak menjejak tanah ini. Setelah kematian ibunya yang aneh — tanpa luka, tanpa sebab jelas — Ares pergi ke Bandung untuk kuliah dan menutup rapat masa lalu. Tapi surat terakhir dari seorang tetangga lama, Bu Marni, memaksanya kembali. “Ada sesuatu yang bergerak di rumah itu,” tulisnya. “Dan suaramu dipanggil setiap malam.”

Malam itu, ia menyalakan lampu minyak di ruang tengah. Bau debu dan kapur barus memenuhi udara. Di dinding tergantung foto ibunya, tersenyum samar di bawah cahaya redup. Tapi matanya… seolah menatap langsung ke Ares.

Tiba-tiba, dari belakang rumah, terdengar bunyi seperti sesuatu menyeret rantai di tanah. Berat. Panjang.
Ares menelan ludah, menggenggam senter. Saat ia melangkah keluar, kabut menebal — dan di antara kabut itu, ia melihat siluet sesuatu berdiri di tepi hutan. Tinggi, bersayap, dengan mata yang memantulkan cahaya putih.

Ia terpaku.
Makhluk itu tidak bergerak, tapi Ares bisa merasakan… makhluk itu sedang mengingatnya.

Lalu, kabut menelan semuanya.
Dan di dalam kesunyian itu, suara ibunya terdengar dari arah hutan:

“Ares… jangan biarkan pintunya terbuka lagi…”

Posting Komentar untuk "Episode 1 — Pulang ke Rumah Ibu"