Episode 5 – Nafas Hutan Gelap

Episode 5 – Nafas Hutan Gelap

Kabut semakin tebal.
Sudah tiga malam tak ada sinar matahari yang menembus kota kecil itu. Semua suara menghilang — tak ada jangkrik, tak ada anjing menggonggong. Hanya desis angin dan napas panjang dari arah hutan.

Ares menatap jalan menuju hutan di belakang rumah, sementara Lina berdiri di sampingnya, memegang senter dan tali dari anyaman kain putih — jimat peninggalan Bu Marni.

“Kau yakin ini ide bagus?” tanya Lina.
“Aku harus tahu apa yang ibuku sembunyikan di sana,” jawab Ares, matanya menatap lurus ke dalam kabut yang tampak hidup.

Mereka melangkah masuk.
Setiap langkah seperti menginjak dunia lain. Pohon-pohon di sana tinggi dan bengkok, rantingnya seperti tangan yang saling menggenggam di atas kepala mereka. Kabut berputar di kaki, menelusuri tubuh mereka seperti binatang lapar yang mencari celah.

Setelah satu jam berjalan, mereka sampai di tempat yang aneh: tanah datar dengan lingkaran batu besar di tengahnya. Di atas batu itu, terdapat akar pohon raksasa yang berdenyut pelan, seolah bernapas.
Setiap kali berdenyut, kabut di sekitar ikut bergerak.

“Apa ini... jantung hutan?” bisik Lina.
“Bukan,” jawab Ares lirih. “Ini pintunya.”

Ia berlutut, menyentuh batu itu. Begitu jarinya menyentuh permukaannya, dunia seolah bergetar. Dalam sekejap, ia melihat bayangan — dunia lain.
Reruntuhan, langit merah, dan makhluk-makhluk hitam berbaris, menatap dunia manusia seperti binatang menatap mangsa.

Tiba-tiba, sebuah suara bergema dari belakang mereka.

“Kalian seharusnya tidak datang sendirian.”

Sairen berdiri di sana, sayapnya setengah terbuka, wajahnya terlihat lebih rapuh dari sebelumnya.

“Setiap kali manusia menapakkan kaki di tempat ini, perbatasan semakin lemah. Kalian sedang berjalan di urat nadi dunia.”

Ares menatapnya tajam.

“Kalau begitu, ajari aku menutupnya. Kau bilang darahku bisa menutup pintu itu, bukan?”

Sairen menatapnya lama sebelum menjawab.

“Menutup pintu butuh pengorbanan. Tapi sebelum itu… kau harus tahu apa yang membuatnya terbuka.”

Ia mengangkat tangannya, menunjuk ke akar yang berdenyut di tengah lingkaran batu.

“Makhluk yang membuka pintu ini… bukan aku. Bukan ibumu.”

Akar itu tiba-tiba retak. Suara gemeretak terdengar dari bawah tanah.
Lina mundur, memegang tangan Ares erat-erat.

“Kalau begitu siapa?”

Sairen memandang ke arah kabut yang kini berputar cepat seperti pusaran.

“Makhluk yang membuka pintu ini adalah penjaga yang gagal sebelumnya — manusia yang mencoba menjadi tuhan di antara dua dunia.”

Kabut terpecah.
Dari kegelapan itu muncul bayangan dengan mata merah menyala dan tubuh yang berlapis akar serta tulang.
Suara napasnya berat, bergema di seluruh hutan.

“Kau… akhirnya kembali, darah penjaga…”

Ares tak bisa bergerak.
Lina menjerit, tapi suaranya tertelan kabut.
Dan Sairen membuka sayapnya, menatap Ares dengan mata penuh amarah dan kesedihan.

“Lari sekarang… sebelum hutan ini mulai bernafas dengan jiwamu.”

Kabut pecah. Tanah bergetar.
Dan untuk pertama kalinya, dunia manusia benar-benar membuka mata.

Posting Komentar untuk "Episode 5 – Nafas Hutan Gelap"