Episode 4 – Darah dan Tanda
Episode 4 – Darah dan Tanda
Hari ketiga setelah kabut pertama muncul, kota kecil itu seperti kehilangan napas.
Udara berat, burung-burung tak lagi terdengar, dan semua jam di rumah Ares berhenti di waktu yang sama: 03.33.
Ares menghabiskan malam dengan meneliti buku hitam yang kini ia buka dengan hati-hati, di bawah cahaya lampu minyak.
Setiap halaman menampilkan gambar aneh — lingkaran, simbol bersayap, dan bentuk yang mirip tubuh manusia tapi dengan urat seperti akar pohon.
Di halaman terakhir, tulisan tangan ibunya berubah: lebih tergesa, seperti ditulis dalam ketakutan.
“Jika darah penjaga jatuh ke tanah yang telah disegel, gerbang akan membuka sendiri.”
Ares menelan ludah. Ia menatap luka kecil di tangannya, hasil sayatan dari kaca jendela semalam.
Tetesan darah itu… jatuh di lantai loteng yang memiliki simbol sayap.
Dan sejak malam itu, kabut datang tanpa henti.
Ia menutup buku itu cepat, tapi sekelebat cahaya biru menyalak dari sela halaman, seperti api yang marah.
Tiba-tiba, dari bawah rumah terdengar gemuruh pelan — seperti sesuatu yang bergerak di bawah tanah.
Tanah bergetar, debu berjatuhan, dan di dinding ruang tamu, darah muncul dari sela retakan kayu, membentuk simbol bersayap yang sama.
Ares mundur, napasnya tercekat.
“Ibu… apa yang kau sembunyikan dari aku?”
Suara pintu depan berderit pelan.
Bu Marni masuk dengan wajah pucat.
“Kau sudah meneteskan darahmu, ya?”
Ares menatapnya heran.
“Apa maksud Ibu?”
“Itu darah penjaga, Nak. Kau anak dari penjaga gerbang. Ibuku dulu bekerja dengan ibumu menjaga pintu itu. Dan sekarang, darahmu telah membangunkannya kembali.”
Ares memejamkan mata. Semua yang ia anggap legenda kini menjadi nyata di depan matanya.
Tiba-tiba, kaca jendela pecah tanpa sebab. Angin berhembus deras membawa aroma besi — bau darah yang segar.
Dari luar rumah, kabut membentuk wajah samar-samar: mata hitam, mulut terbuka, berbisik dengan suara rendah.
“Tanda telah terukir kembali…”
Ares menggenggam buku itu kuat-kuat, tapi darah dari tangannya terus menetes di lantai, menyerap ke simbol yang sama.
Cahaya biru menyalak lagi, kali ini lebih terang. Dan di dalam kilatan itu, sekelebat sayap hitam muncul — Sairen berdiri di sana, matanya menatap Ares tajam.
“Kau membuka pintunya dengan darahmu, manusia.”
“Tapi kau juga satu-satunya yang bisa menutupnya lagi.”
Sairen mendekat, wajahnya separuh dalam bayangan, separuh dalam cahaya biru.
“Kau anak dari penjaga. Darahmu adalah kunci. Tapi setiap kunci… menuntut korban.”
Ares mundur setapak.
“Korban… apa maksudmu?”
“Untuk menutup pintu, kau harus menyerahkan napas dari dunia ini.”
Sairen menatapnya lama.
“Satu kehidupan… untuk menutup gerbang seribu arwah.”
Posting Komentar untuk "Episode 4 – Darah dan Tanda"
Posting Komentar