Memahami Kepribadian Avoidant: Mengapa Sebagian Orang Menjaga Jarak?

 orang avoidant (dalam psikologi disebut avoidant personality atau avoidant attachment style).


Memahami Kepribadian Avoidant: Mengapa Sebagian Orang Menjaga Jarak?



Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah bertemu dengan seseorang yang tampak sulit didekati, menjaga jarak, atau enggan terlalu terlibat dalam hubungan sosial. Pola ini sering dikaitkan dengan istilah avoidant, yakni kecenderungan seseorang untuk menghindari kedekatan emosional, baik dalam hubungan pertemanan, pekerjaan, maupun percintaan.

Apa Itu Orang Avoidant?

Orang dengan kepribadian atau gaya keterikatan avoidant cenderung:

  • Menjaga jarak dengan orang lain karena takut ditolak atau terluka.
  • Menghindari keterlibatan emosional yang terlalu dalam.
  • Terlihat mandiri, tetapi sebenarnya menyimpan rasa cemas dalam hubungan sosial.
  • Lebih nyaman bekerja sendiri daripada harus bergantung pada orang lain.

Istilah ini bisa merujuk pada dua hal:

  1. Avoidant Personality Disorder (AvPD) – kondisi psikologis yang lebih serius, di mana seseorang merasa sangat tidak percaya diri, takut dikritik, dan menarik diri dari hubungan sosial.
  2. Avoidant Attachment Style – pola hubungan yang terbentuk sejak masa kecil akibat pengalaman dengan pengasuhan, sehingga di masa dewasa seseorang sulit membangun kedekatan emosional.

Ciri-Ciri Orang Avoidant

Beberapa tanda umum orang dengan sifat avoidant antara lain:

  1. Takut penolakan – mereka sering menghindar karena khawatir ditolak.
  2. Sulit membuka diri – cenderung menahan emosi atau cerita pribadi.
  3. Lebih suka mandiri – sering menolak bantuan dan merasa harus mengandalkan diri sendiri.
  4. Menjaga jarak dalam hubungan – terlihat dekat, tapi sering menarik diri saat mulai intim.
  5. Perfeksionis sosial – khawatir orang lain menilai buruk sehingga memilih tidak terlibat.

Penyebab Terbentuknya Sifat Avoidant

  • Pengalaman masa kecil: diasuh dengan kurang kehangatan atau sering dikritik.
  • Trauma sosial: pengalaman ditolak, diabaikan, atau direndahkan di masa lalu.
  • Pola asuh otoriter: orang tua yang terlalu menuntut, sehingga anak merasa tidak cukup baik.
  • Faktor genetis dan lingkungan: kombinasi sifat bawaan dan pengalaman hidup.

Dampak dalam Kehidupan

Sifat avoidant bisa menjadi hambatan, misalnya:

  • Sulit membangun hubungan romantis yang sehat.
  • Kesulitan bekerja dalam tim.
  • Rasa kesepian meskipun tampak mandiri.
    Namun, pada sisi positifnya, orang avoidant sering terlihat kuat, tenang, dan dapat diandalkan dalam situasi penuh tekanan.

Cara Mengatasi atau Membantu Orang Avoidant

  1. Membangun rasa aman – hargai privasi mereka, jangan memaksa terlalu cepat dekat.
  2. Terapi psikologis – seperti cognitive behavioral therapy (CBT) untuk mengurangi kecemasan sosial.
  3. Latihan keterampilan sosial – perlahan belajar terbuka dalam lingkungan yang aman.
  4. Self-awareness – memahami pola pikir diri sendiri agar lebih sehat dalam menjalin hubungan.

👉 Singkatnya, orang dengan sifat avoidant bukan berarti tidak peduli, tetapi mereka lebih berhati-hati karena ada ketakutan emosional di balik sikap menjaga jarak. Dengan dukungan yang tepat, mereka bisa membangun hubungan yang lebih sehat dan penuh kepercayaan.



Posting Komentar untuk "Memahami Kepribadian Avoidant: Mengapa Sebagian Orang Menjaga Jarak?"