PIKSEL & KOPI: Bab 4 Kopi dan Maaf

 PIKSEL DAN KOPI 

Bab 4: Kopi dan Maaf

Kebenaran yang ditemukan Arka seperti kejutan dingin yang menyadarkannya. Ayahnya, yang selama ini ia anggap dingin dan kaku, ternyata hanya seorang manusia yang ketakutan. Ketakutan akan kehilangan yang sama, yang kini Arka rasakan saat tidak bisa bertemu Laras.

Dengan informasi yang ia temukan, Arka berhasil membuat "pintu belakang" yang singkat di sistem keamanan ayahnya, memberinya waktu beberapa menit untuk mengirimkan pesan ke Laras. Ia hanya menulis satu kalimat: "Aku butuh kopi."

Beberapa jam kemudian, ia mendengar suara ketukan di jendela. Itu Laras, membawa sebuah cangkir kopi panas di tangannya. Arka terkejut. "Bagaimana kamu tahu?"

"Aku tidak tahu. Tapi aku rasa ini yang kamu butuhkan," jawab Laras, tersenyum hangat. "Kamu tahu, kopi itu tidak pernah salah. Rasanya selalu jujur. Kalau pahit ya pahit, kalau manis ya manis."

Kata-kata Laras memberinya keberanian. Arka kemudian mematikan semua sistem digital di kamarnya, termasuk koneksi ke Pixel. Alarm berbunyi, dan pintu kamar Arka terbuka. Ayahnya berdiri di sana, matanya penuh kemarahan.

"Arka! Apa yang kamu lakukan?!"

Arka tidak mundur. Dengan memori tentang ibunya dan senyuman Laras yang memberinya kekuatan, ia berkata, "Ayah, aku tahu semuanya. Ayah tidak menciptakan Pixel untuk kesempurnaan, tapi karena Ayah takut. Ayah takut merasakan sakit lagi."

Wajah ayahnya berubah. Kerasnya ekspresi di wajahnya runtuh, tergantikan oleh kesedihan yang sudah lama terkunci. Ayahnya, untuk pertama kalinya, terlihat rentan.

"Ayah... Ayah hanya tidak ingin kamu mengalami apa yang Ayah rasakan," ucap ayahnya pelan.

"Aku tahu, Ayah. Tapi hidup bukan tentang menghindari rasa sakit. Hidup adalah tentang merasakannya. Tentang kopi yang pahit, yang membuat rasa manis lebih berharga." Arka maju, memegang tangan ayahnya. "Aku butuh kamu, Ayah. Bukan data. Aku butuh ketidaksempurnaan, tawa, dan tangisan yang membuat kita jadi manusia."

Ayahnya memeluk Arka, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Ayahnya membiarkan air mata yang selama ini ia tahan, mengalir di pipinya. "Aku minta maaf," bisik ayahnya.

Arka tersenyum. "Pixel mungkin bisa mengatur rute tercepat. Tapi hanya Ayah yang bisa menuntun aku pulang."

Arka kemudian memutar lagu di ponselnya, musik yang tidak pernah direkomendasikan oleh Pixel. Musik yang dipilihnya sendiri. Ayah Arka duduk di sampingnya, mendengarkan, dan untuk pertama kalinya ia merasakan kehangatan yang tidak terukur.


Posting Komentar untuk "PIKSEL & KOPI: Bab 4 Kopi dan Maaf"