PIKSEL DAN KOPI: Bab 1 Dunia Dinding Kode

PIKSEL DAN KOPI

Bab 1: Dunia Dinding Kode

Pagi Arka dimulai bukan dengan kokok ayam, tapi dengan suara lembut dari speaker di langit-langit kamar. "Selamat pagi, Arka," suara digital itu menyapa. "Suhu udara 28 derajat Celcius. Kelembapan optimal 65%. Hari ini direkomendasikan untuk memakai kemeja katun biru muda. Sarapan: oatmeal dengan beri dan kacang almond. Catatan: Hari ini ada dua tugas tambahan untuk mata pelajaran Kimia."

Suara itu milik Pixel, kecerdasan buatan yang diciptakan ayahnya. Sejak Arka lahir, hidupnya diatur oleh algoritma Pixel. Pixel tahu kapan dia lapar, kapan dia harus belajar, dan bahkan kapan dia harus tidur. Bagi Arka, ini adalah hal yang normal. Dia tidak pernah tahu hidup yang lain. Ayahnya, seorang ilmuwan AI terkemuka, percaya bahwa dengan data, hidup bisa sempurna. Tidak ada kesalahan, tidak ada ketidakpastian.

Di sekolah, Pixel akan menganalisis data Arka untuk memprediksi siapa teman terbaiknya. "Kamu 98% cocok dengan Bima. Interaksi direkomendasikan saat istirahat kedua," notifikasi muncul di layar jam tangan pintarnya. Arka pun mendekati Bima, memulai percakapan tentang fisika, topik yang juga direkomendasikan Pixel. Hubungan mereka terasa efektif, tapi juga hampa.

Suatu sore, Arka diperintahkan Pixel untuk mengambil paket penting di sebuah toko. "Jalan tercepat, hanya 10 menit dan 32 detik," kata Pixel. Namun, saat Arka sampai di persimpangan, jalan itu ditutup. Ada pekerjaan perbaikan jalan. Pixel tidak punya data terbaru soal ini.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Arka merasa panik. Dia melihat sekeliling, mencoba mencari jalan lain tanpa arahan. Matanya menangkap sebuah gang kecil yang gelap dan lembap. Dia ragu-ragu, tapi mau tidak mau dia harus masuk. Di sana, di ujung gang, dia mencium aroma yang aneh, sekaligus memabukkan. Aroma kopi.

Arka melihat sebuah kedai kopi kecil yang terlihat lusuh, dengan tulisan "Kopi Laras" di atasnya. Jendela kedai itu basah karena embun, tapi dari celah kecil, Arka bisa melihat seorang gadis dengan celemek coklat sedang menuangkan susu ke dalam cangkir. Gadis itu tidak melihat ke layar, tidak sibuk dengan data, tapi matanya fokus, dengan senyum tipis di wajahnya.

Tepat saat dia hendak masuk, ponsel di pergelangan tangannya bergetar. "Peringatan! Keluar dari area tidak terprogram. Jarak 50 meter dari rute optimal," suara Pixel terdengar. Arka menelan ludah. Ia tahu ayahnya memantau semua pergerakannya. Terlalu banyak penyimpangan, ia akan dihukum.

Arka mundur perlahan, matanya tidak bisa lepas dari kedai kopi itu. Gadis itu, Laras, mendongak dan menatapnya. Senyum tipis yang ia lihat dari jendela kini berubah menjadi senyum lebar yang hangat. Laras melambaikan tangannya, seolah mengundang Arka untuk masuk.

Di dalam, aroma kopi dan roti yang baru dipanggang memenuhi ruangan. Arka melihat sekeliling. Tidak ada layar, tidak ada notifikasi, hanya meja kayu yang sudah usang dan beberapa buku yang berserakan. Semuanya terasa tidak sempurna, tapi entah kenapa, justru terasa nyaman.

"Baru pertama kali ke sini?" tanya Laras ramah.

Arka mengangguk canggung. "Jalanan di depan ditutup."

Laras tertawa. "Memang sering begitu. Tapi jalan yang ini, meskipun muter, rasanya lebih indah, kan?" Ia menyodorkan secangkir air mineral. "Sesuatu yang tidak terduga, justru seringkali paling berharga."

Kata-kata Laras membuat Arka terdiam. Ini adalah ide yang tidak pernah ada di data Pixel. Bagi Pixel, efisiensi adalah segalanya. Tapi di sini, di depan Laras, Arka mulai mempertanyakan, apakah kebahagiaan bisa dihitung secepat rute optimal?

Arka merasa hatinya berdebar, bukan karena alarm Pixel, tapi karena sesuatu yang baru. Sesuatu yang terasa seperti kebebasan.

Ia menatap Laras. "Kamu... tidak punya AI?" tanyanya.

Laras hanya tersenyum. "AI?" tanyanya. "Aku punya tanganku, cangkir, dan biji kopi. Itu sudah lebih dari cukup."

Saat Arka pulang, ia tidak lagi mengikuti rute yang diberikan Pixel. Ia berjalan pelan, sambil memikirkan Laras dan kedai kopinya. Ia menyadari bahwa ada dunia di luar algoritma, dunia yang penuh dengan aroma, rasa, dan ketidakpastian. Dan untuk pertama kalinya, ia ingin menjelajahi dunia itu.


Posting Komentar untuk "PIKSEL DAN KOPI: Bab 1 Dunia Dinding Kode"